Oleh Denny Prabowo
Menulis, menulis, menulis! Begitu nasihat yang sering kita dengar dari penulis-penulis tenar. Masalahnya, apa yang mau ditulis kalau ide saja enggak ada? Kalau kamu sering mengalami masalah seperti ini, kamu perlu mencoba menggali ide di sumber-sumber berikut ini.
- Pengalaman adalah Harta
Pengarang novel Prancis, Claude Simon, menyatakan bahwa untuk mengumpulkan bahan untuk sebuah novel, sebenarnya cukup hanya dengan mengitari sebuah blok di kotanya. Setelah pulang, tuliskan apa yang kita lihat, pikirkan, rasakan, ingat, dan seterusnya, dan ini semua sudah cukup! Oke, mungkin dia terlalu berlebihan, tetapi pesannya sungguh jelas: kita tidak membutuhkan pengalaman yang luar biasa untuk digunakan sebagai bahan cerita fiksi.
- Berita Sumber Peristiwa
Hamsad Rangkuti mengatakan, “Berita adalah kunci kontak kita menulis, dan SIM-nya adalah bahasa”. Ia juga mengatakan, cerpen “Wedang Jahe” lahir setelah ia membaca sebuah berita di koran yang memberitakan kesiapsiagaan warga sebuah desa di Jawa yang sangat berlebihan. Diberitakan bagaimana kesiapsiagaan itu dipaparkan. Penduduk sangat mencurigai para pendatang ke desa mereka. Pukul enam sore waga telah bersiap-siap menjaga kampung mereka dari orang yang tidak dikenal.
- Menengok Sejarah
Salah satu cara menulis fiksi sejarah, yaitu dengan menghadirkan tokoh-tokoh fiktif, seperti yang dilakukan oleh Dan Brown. Meski tokoh-tokoh dalam novel Da Vinci Code itu fiktif, Dan Brown mengakui bahwa, “Semua deskripsi karya seni, arsitektur, dokumen, dan ritus rahasia dalam novel ini adalah akurat.”
- Mengubah Dongeng atau Cerita Rakyat
Tentu kamu pernah mendengar cerita Malin Kundang yang dikutuk menjadi batu karena durhaka kepada ibunya. Bagimana jika sebaliknya, ibunya Malin Kundang yang durhaka? Dalam cerpen A.A. Navis yang berjudul “Malin Kundang Ibunya Durhaka”, dongeng Malin Kundang dibuat sungsang. Bukan Malin Kundang yang durhaka, melainkan ibunya.
- Mencuri dari Buku
Berdasarkan ingatan akan cerita rakyat Kalimantan Tengah “Anjing Menjadi Manusia”, Seno Gumira Ajidarma menulis sejudul cerpen, “Legenda Wongasu”. SGA menuturkan, pada gilirannya, “Legenda Wong Asu” mendorong lahirnya cerita “Wong Asu” karya Djenar Maesa Ayu, yang bisa dibaca dalam kumpulan cerpennya, Mereka Bilang, Saya Monyet. Namun, ketiga cerpen itu masing-masing sangat berbeda.
- Riwayat dalam Kitab Suci
Dalam cerpen “7 Sapi Kurus Memakan 7 Sapi Gemuk” Danarto menghidupkan kembali riwayat Nabi Yusuf. Akan tetapi, ia tidak berusaha menghadirkan riwayat dalam Al Quran tentang mimpi Firaun yang kemudian ditafsir oleh Nabi Yusuf sebagaimana adanya. Danarto menghadirkan peristiwa itu ke tengah-tengah negeri Indonesia selepas peristiwa bentrokan antara demonstran PDI yang mendukung pimpinan Megawati Soekarnoputri dengan aparat keamanan di depan stasiun Gambir.
- Eksplorasi Bawah Sadar
Andre Breton, seorang penulis asal Prancis, pada tahun 1924 menulis sebuah manifesto surealisme, sebuah gerakan kesenian yang merayakan alam mimpi dan pikiran bawah sadar. Para surealis justru memanfaatkan waktu tidur mereka sebagai proses kreatif dalam menghasilkan sebuah karya. Beberapa teknik surialisme, yaitu mencatat mimpi, kolaborasi, dan otomatisme.
- Latar Sebagai Landasan Cerita
Josip Novakovic mengungkapkan sebuah rumus: Latar = Tokoh = Plot. Dari sebuah tempat kita akan mendapatkan tokoh; dari motif yang dimiliki tokoh, bisa muncul sebuah plot (hubungan sebab akibat).
Latarnya sebuah perkebunan yang jauh dari kota dan baru saja dihantam badai. Kira-kira siapa tokoh yang mungkin muncul dari kondisi itu? Pemilik kebun yang lugu? Lencho, seorang yang lugu—untuk tidak mengatakannya bodoh—tapi punya keimanan yang kuat kepada Tuhan. Apa yang kira-kira akan dilakukannya dalam kondisi itu? Ia mengirim surat buat Tuhan melalui pos, minta dikirimi uang. Tokoh itu ada dalam cerpen Surat buat Tuhan karya Gregorio Lopes Y. Fuentes.
- Tokoh Sebagai Landasan Cerita
Untuk menulis cerita yang kita butuhkan hanya seorang tokoh yang kuat. Bahkan kebiasaan positif dari tokoh cerita pun berpotensi menimbulkan sebuah konflik seperti pada cerpen “Pencuri” karya Putu Wijaya. Kebaikan tokoh “dia” dalam cerita Putu Wijaya itu, justru menimbulkan sebuah konflik di lingkungan mereka. Suatu kali ada pencuri tertangkap di rumahnya ingin dihakimi oleh tetangga-tetangganya, tapi tokoh “dia” melarang dan malah menasihati pencuri itu. Saat dinasihiati itulah, si pencuri wajahnya pucat dan mati.
Kamu punya sumber ide lainnya? Share di komentar, ya. [Spoila]
wah saya mau baca “Malin Kundang Ibunya Durhaka” min, bisa kasih link untuk baca?
LikeLiked by 1 person
ada di buku “Bertanya Kerbau pada Pedati” ini Andi https://books.google.co.id/books?id=HWE5keuRF2oC&pg=PA105&dq=Bertanya+Kerbau+pada+Pedati&hl=id&sa=X&ei=BZKxVK-YJYe9uASU6YCYAg&redir_esc=y#v=onepage&q=Bertanya%20Kerbau%20pada%20Pedati&f=false
LikeLike
Reblogged this on pilinkata and commented:
Biar tulisan kita makin berwarna
LikeLiked by 1 person
waah, terima kasih nih sharingnya.. saya mulai paham mas 😀 Kereen deh
LikeLiked by 1 person
Sama-sama, Yulia 🙂
LikeLike
Saya suka http://m.facebook.com/ahmad.syaehudin
LikeLike
Reblogged this on The Red Apple. and commented:
Tips!
LikeLike